KTT Uni Afrika Dibuka
ADDIS ABABA, SENIN - Konferensi Tingkat Tinggi Uni Afrika dibuka di Addis Ababa, Senin (29/1). Selain
konflik Darfur, pertemuan juga membahas pemanasan global, situasi Somalia, dan Piala Dunia pertama di Afrika.
Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Uni Afrika (KTT UA) yang dihadiri 53 kepala negara anggota UA itu juga
dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-moon. Ban akan bertemu Presiden Sudan Omar al-Bashir sehubungan dengan penempatan pasukan penjaga
perdamaian internasional di Darfur.
Ban mengatakan akan mendesak Bashir menerima 22.000 tentara pasukan internasional untuk menggantikan 7.000
pasukan UA. "Kita akan menyerukan kepadanya untuk memikirkan jutaan orang yang menderita akibat tragedi kemanusiaan ini,"
kata Ban dalam perjalanan menuju Etiopia.
"Saya akan meminta dia untuk menghentikan semua pemboman dan serangan kepada warga sipil di Darfur," ujarnya.
Ban meminta Bashir bertanggung jawab secara pribadi atas konflik tersebut.
Ban juga menginginkan komitmen konkret Sudan untuk penempatan pasukan internasional. Secara prinsip, Bashir
telah menyetujui penempatan pasukan bersama PBB-UA, tetapi belum ada perjanjian formal tentang penempatan itu.
Konflik dan kekerasan yang semakin meruncing di Darfur juga menjadi salah satu topik hangat dalam KTT yang
berlangsung selama dua hari tersebut. Topik itu mengemuka terkait keinginan Sudan mencalonkan diri menjadi pemimpin UA.
Seharusnya, Sudan menjabat presiden UA pada tahun lalu, tetapi diserahkan kepada Kongo karena adanya tekanan
internasional soal konflik Darfur. Sudan dijanjikan untuk memegang jabatan itu pada 2007, tetapi sejauh ini pembicaraan menemui
jalan buntu.
Sudan ditolak
Keinginan Sudan mencalonkan diri sebagai presiden UA ditolak banyak pihak. Chad mengancam akan mundur dari
KTT UA jika Sudan terpilih sebagai presiden. Bahkan, pemberontak di Darfur juga menolak dan mengatakan akan memboikot pembicaraan
damai jika Bashir terpilih sebagai presiden UA.
Penolakan juga datang dari Amnesti Internasional yang mengatakan, UA akan menghancurkan kredibilitasnya jika
memilih Sudan sebagai pemimpin. "Memilih Sudan sebagai presiden UA akan merendahkan kredibilitas UA dan komitmennya untuk
menjunjung hak asasi manusia di Afrika," kata Tawanda Hondora, Wakil Direktur Program Afrika di Amnesti Internasional.
"Pemilihan Sudan untuk memimpin salah satu badan pembuat keputusan utama di UA akan menjadi konflik kepentingan
yang mencolok dan akan membahayakan netralitas dan efektivitas UA," tutur Hondora.
Penerima Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1984, Desmond Tutu, juga menentang kemungkinan Sudan mengambil alih
pimpinan UA. "Saya meminta para pemimpin di KTT UA untuk melawan tirani dan berdiri di sisi warga Darfur," kata Tutu dalam
sebuah pernyataan yang dirilis dari kampung halamannya di Afrika Selatan.
Sebelum pembukaan KTT UA, sebanyak enam lembaga kemanusiaan yang bekerja di Darfur memperingatkan bahwa kegiatan
kemanusiaan di tempat itu terancam. "Bantuan kemanusiaan akan lumpuh jika Afrika dan para pemimpin di KTT UA tidak mengambil
langkah segera untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil dan pekerja kemanusiaan," ujar lembaga-lembaga itu dalam
pernyataan bersama.
Konflik di Darfur yang meletus awal tahun 2003 telah menewaskan lebih dari 200.00 orang dan memaksa 2,5 juta
lainnya mengungsi. Washington menyebut kekerasan di Darfur sebagai genosida.
Salah satu penasihat Presiden Bashir, Magzoub Khalifa, menekankan bahwa Karthoum sangat mengharapkan untuk
mengambil alih jabatan itu. "Saya tidak mengira ada skenario lain karena ini adalah keputusan KTT UA tahun lalu," kata Khalifa.
Baik PBB maupun para peserta KTT mengusulkan agar masa jabatan Kongo sebagai presiden UA diperpanjang.
Bahaya pemanasan global
Selain konflik di Darfur, situasi terakhir di Somalia juga menjadi agenda pembicaraan KTT UA. UA merencanakan
pengiriman 7.600 tentara akhir bulan ini, tetapi hanya Malawi, Uganda, dan Nigeria yang berjanji akan mengirimkan pasukan.
Sekjen PBB juga diharapkan membantu mendanai proses stabilisasi di Somalia.
Apabila persoalan pemimpin UA selesai, para kepala negara di Afrika akan menggelar pembicaraan tentang keamanan
regional dan pemanasan global. Pembicaraan itu akan menghadirkan Sir Nicholas Stern, penulis laporan yang dirilis Pemerintah
Inggris tentang konsekuensi pemanasan global di Afrika.(AP/AFP/REUTERS/FRO)